Sengkuni Dalam
Pewayangan, terutama di Jawa, Sengkuni bukan kakak dari Dewi Gandari, melainkan adiknya. Sementara
itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak
tertua mereka. Sengkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Harya Suman. Pada
mulanya rajakerajaan Plasajenar bernama
Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama
Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gandari dan
Suman, berangkat menuju Kerajaan
Mandura untuk mengikuti sayembara
memperebutkan Dewi Kunti, putri
negeri tersebut. Dalam perjalanan, rombongan Gandara berpapasan dengan Pandu yang sedang dalam perjalanan pulang
menuju Kerajaan Hastina setelah memenangkan sayembara Kunti.
Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian
membawa serta Gandari dan Suman menuju Hastina. Sesampainya di Hastina, Gandari
diminta oleh kakak Pandu yang bernama Drestarastra untuk dijadikan istri. Gandari sangat
marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan
selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan
menciptakan permusuhan di antara para Korawa,
anak-anak Drestarastra, melawan para Pandawa,
anak-anak Pandu.
Menurut versi pewayangan Jawa, pada mulanya Harya Suman
berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sengkuni semenjak wujudnya berubah
menjadi buruk akibat dihajar oleh Patih Gandamana.
Gandamana adalah pangeran dari Kerajaan
Pancala yang memilih mengabdi
sebagai patih di Kerajaan
Hastina pada masa pemerintahan Pandu. Suman yang berambisi merebut
jabatan patih akhirnya berupaya menyingkirkan Gandamana. Pada suatu hari Suman
berhasil mengadu domba Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama
Prabu Tremboko. Maka, ketegangan terjadi antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan
Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah
jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya. Suman
kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah
berkhianat dan memihak musuh. Pandu segera memutuskan untuk mengangkat Suman
sebagai patih baru. Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret
Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah
menjadi jelek. Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sengkuni,
berasal dari kata saka dan uni,
yang bermakna "dari ucapan". Artinya, ia menderita cacad buruk rupa
adalah karena hasil ucapannya sendiri.
Peristiwa Minya Tala
Versi pewayangan selanjutnya mengisahkan, setelah Pandu meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala
dititipkan kepada Drestarastra supaya kelak diserahkan kepada para Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala
sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah
menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya. Beberapa tahun kemudian, terjadi
perebutan antara para Pandawa melawan para Korawa yang ternyata juga menginginkan Minyak
Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya
yang berupa cupu sejauh-jauhnya. Pandawa dan Korawa
segera berpencar untuk bersiap menangkapnya. Namun, Sengkuni terlebih dahulu
menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut.
Akibatnya, sebagian minyak tala tumpah. Sengkuni segera membuka semua
pakaiannya dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan
minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa minyak tala jatuh
tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Korawa tidak mampu
mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama Durna yang berhasil mengambil cupu tersebut
dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para Korawa dan Pandawa pun
berguru kepada pendeta tersebut. Sengkuni yang telah bermandikan Minyak Tala
sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata.
Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu
menembus kulitnya.
Peran di Hastinapura
Baik dalam versi Mahabharata maupun versi pewayanagan, Sangkuni merupakan
penasihat utama Duryodana,
pemimpin para Korawa. Berbagai
jenis tipu muslihat dan kelicikan ia jalankan demi menyingkirkan para Pandawa.
Dalam Mahabharata bagian pertama atau Adiparwa, Sangkuni menciptakan
kebakaran di Gedung Jatugreha, tempat para Pandawa bermalam di dekat Hutan
Waranawata. Namun para Pandawa dan ibu mereka, yaitu Kunti berhasil meloloskan diri dari kematian.
Dalam pewayangan, peristiwa ini terkenal dengan nama Bale Sigala-Gala.
Usaha Sengkuni yang paling sukses adalah merebut Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui
permainan dadu melawan pihak Korawa. Kisah ini terdapat dalam Mahabharata bagian kedua, atau Sabhaparwa. Peristiwa tersebut
disebabkan oleh rasa iri hati Duryodana atas keberhasilan para Pandawa
membangun Indraprastha yang jauh lebih indah daripada Hastinapura. Atas saran
Sangkuni, ia mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Dalam
permainan itu Sangkuni bertindak sebagai pelempar dadu Korawa. Dengan
menggunakan ilmu sihirnya, ia berhasil mengalahkan para Pandawa. Sedikit demi
sedikit, harta benda para Pandawa jatuh ke tangan Duryodana, termasuk istana
Indraprastha dan istri mereka, Dropadi.
Mendengar Drupadi dipermalukan di depan umum, Dewi Gandari ibu para Korawa muncul membatalkan
semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan mereka kembali.
Karena kecewa, Duryodana mendesak ayahnya, Dretarastra,
supaya mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Drestarastra tidak
kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu. Maka, permainan
dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak Pandawa kalah
di tangan Sangkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12
tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu
negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi
kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.
Kematian di Kurukshetra
Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri
mereka dari tangan Korawa. Namun
pihak Korawa menolak mengembalikan Indraprastha dengan alasan bahwa penyamaran para
Pandawa di Kerajaan Wirata telah terbongkar. Berbagai usaha damai
diperjuangkan pihak Pandawa namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun
menjadi pilihan selanjutnya.
Pertempuran besar di Kurukshetra antara pihak Pandawa melawan Korawa
dengan sekutu masing-masing akhirnya meletus. Perang yang juga terkenal dengan
sebutan Baratayuda ini
berlangsung selama 18 hari, di mana Sengkuni tewas pada hari terakhir. Menurut
versi Mahabharata bagian kedelapan atau Salyaparwa, Sangkuni tewas di
tangan Sadewa, yang bungsu di
antara lima Pandawa. Pertempuran mereka terjadi pada hari ke-18.
Kisah versi India sedikit berbeda dengan Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada zaman Kerajaan Kadiri tahun 1157. Menurut naskah berbahasa Jawa Kuna ini, Sangkuni bukan mati di tangan
Seadewa, melainkan di tangan Bima,
Pandawa yang kedua. Sangkuni dikisahkan mati remuk oleh pukulan gada Bima. Bima
kemudian memotong-motong tubuh Sengkuni menjadi beberapa bagian.
Kisah tersebut dikembangkan lagi dalam pewayangan Jawa. Pada hari terakhir Baratayuda,
Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh minyak
tala bahkan sempat membuat Bima sulit mengalahkan Sengkuni. Penasihat Pandawa
selain Kresna, yaitu Semar muncul memberi tahu Bima bahwa
kelemahan Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti
tidak terkena pengaruh minyak tala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap
dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima.
Ilmu kebal Sengkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti
Sangkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak
mati.
Pada sore hari itu, Bima berhasil mengalahkan Duryodana, pemimpin seratus Korawa.
Dalam keadaan sekarat, Duryodana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika
ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Dewi Banowati. Atas nasihat
Kresna, Bima pun mengambil Sangkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada
Duryodana. Duryodana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah
segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati. Akibat gigitan itu,
Sengkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryodana.